Reporter : Ast | Editor : Dewangga
TANJUNG SELOR – Ketegangan kembali muncul di kawasan industri Tanah Kuning-Mangkupadi, Kabupaten Bulungan, ketika dua perempuan menghadang excavator perusahaan tanpa izin. Melalui video sembilan menit yang beredar luas, memperlihatkan perlawanan masyarakat terhadap aktivitas perusahaan yang dianggap mengabaikan hak kepemilikan lahan warga.
Dalam rekaman, seorang perempuan menegaskan pihak perusahaan belum menyelesaikan perjanjian mengenai penggunaan lahan yang mereka klaim sebagai milik pribadi.
“Ini pemaksaan, perusahaan masuk tanpa kesepakatan sah, padahal warga menuntut kejelasan terlebih dahulu,” ucapnya lantang sambil menghadang alat berat.
Aksi tersebut terjadi di jalan umum hingga menarik perhatian banyak orang. Warga sekitar mencoba menenangkan karena situasi tegang berpotensi berujung pertikaian fisik yang membahayakan masyarakat.
Salah seorang perempuan bernama Pety mengungkapkan rasa kecewa karena perusahaan dinilai tidak menghormati hasil musyawarah yang sebelumnya pernah dilakukan. Menurutnya, warga hanya meminta kepastian prosedur resmi, termasuk surat tertulis mengenai pencabutan tiang listrik pada tanah milik warga.
“Kami menuntut dua hal penting dari perusahaan, yakni surat izin resmi dan larangan aktivitas sebelum kesepakatan final,” jelas Pety.
Ia menekankan bahwa masyarakat telah berdialog dengan perwakilan dari PT KIPI agar syarat yang mereka minta segera dilengkapi. Perwakilan tersebut juga telah menyanggupi dan menyampaikan akan berkoordinasi lebih dulu dengan departemen terkait.
Namun, belum ada keterangan lebih lanjut, alat berat perusahaan sudah beroperasi di lokasi sehingga menimbulkan kemarahan warga yang merasa dilangkahi. Situasi itu mendorong masyarakat mengambil tindakan menghadang langsung di lapangan, sebagai bentuk perlawanan mempertahankan tanah yang diyakini hak mereka.
Konflik lahan di Mangkupadi bukan pertama kali terjadi, karena perselisihan antara klaim warga dan sertifikat perusahaan sudah berulang bertahun-tahun. Perusahaan mengklaim memiliki bukti pembelian sah, sementara warga tetap menegaskan mereka tidak pernah menjual tanah tersebut kepada pihak manapun.
Sementara itu, perwakilan PT KIPI yang berdialog dengan masyarakat menjelaskan bahwa terjadi kesalahpahaman mengenai lokasi pengoperasian alat berat. Pihaknya menjelaskan bahwa alat berat tersebut diarahkan untuk menggarap kawasan industri, bukan tanah masyarakat.
“Excavator itu bekerja di lahan kawasan, bukan area milik warga. Jadi sebenarnya tidak ada pelanggaran lahan,” tegasnya menambahkan.
Masyarakat berharap pemerintah daerah maupun aparat terkait turun tangan memfasilitasi mediasi guna menyelesaikan persoalan agraria ini secara adil. Warga menuntut solusi yang menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan perusahaan, agar konflik tidak terus berulang dan merugikan masyarakat.