TANJUNG SELOR – Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) terus mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) melalui pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di rumah tangga. Langkah ini dinilai mampu memberikan penghematan biaya listrik sekaligus mendukung transisi energi bersih di daerah.
Kepala Bidang Energi Baru Terbarukan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltara, Azis, mengatakan program tersebut merupakan bagian dari Rencana Umum Energi Daerah (RUED) serta komitmen pemerintah daerah dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
“Pemanfaatan PLTS atap menawarkan potensi penghematan listrik yang signifikan bagi masyarakat,” ujar Azis, Rabu (10/12/2025).
Azis menjelaskan, efisiensi penggunaan PLTS atap didukung oleh mekanisme KWH Ekspor-Impor (KWExim) yang diterapkan oleh PLN.
Pada siang hari, energi listrik yang dihasilkan panel surya dapat langsung digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Apabila terjadi kelebihan produksi, energi tersebut akan diekspor ke jaringan PLN dan tercatat sebagai kredit listrik. Sebaliknya, pada malam hari atau saat produksi PLTS menurun, rumah tangga akan mengimpor listrik dari PLN.
“Dengan sistem ini, masyarakat hanya membayar selisih listrik yang diimpor dari PLN. Ini yang membuat tagihan listrik bisa lebih hemat,” jelasnya.
Meski memberikan banyak manfaat, masyarakat diminta memperhatikan sejumlah aspek teknis sebelum memasang PLTS atap.
Pertama, kondisi dan struktur atap rumah harus kuat dan memadai, seperti atap dak beton atau konstruksi lain yang mampu menopang beban panel surya. Satu modul panel surya diperkirakan memiliki berat sekitar 20 kilogram.
Kedua, calon pengguna wajib berkonsultasi dengan pihak PLN terkait kapasitas daya listrik rumah. PLN akan melakukan perhitungan daya yang dapat dipasang berdasarkan luasan atap dan daya terpasang pada rekening listrik pelanggan.
Ketiga, proses pemasangan dan penyambungan PLTS ke sistem kelistrikan harus dilakukan oleh PLN, karena berkaitan dengan penerapan skema KWExim serta penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).
Azis menambahkan, hingga saat ini peraturan daerah khusus terkait energi dan PLTS atap belum ditetapkan. Pemerintah daerah memilih fokus pada implementasi di lapangan agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi, mengingat kebijakan nasional telah mengarah pada percepatan transisi energi.
“Yang terpenting saat ini adalah kesesuaian konsep dengan kondisi rumah masyarakat, terutama atapnya, agar pemanfaatan PLTS atap bisa optimal dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” pungkasnya.