Maladministrasi DLH Kaltara: Dokumen AMDAL Disandera, Putusan KIP Diinjak-Injak

oleh
Konferensi Pers oleh Perwakilan PLHL pada 25 November 2025 (Foto:Ast/NARASIBORNEO)

Reporter : Ast | Editor : Dewangga

TANJUNG SELOR – Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Utara dan PPID Utama diduga telah melakukan maladministrasi serius serta penundaan dokumen berlarut. Dugaan tersebut muncul setelah mereka mengabaikan putusan Komisi Informasi Publik (KIP) Kaltara yang seharusnya telah berkekuatan hukum tetap. Kewajiban pemenuhan hak publik atas Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi belum juga dipenuhi hingga kini.

banner 970x250

Kasus bermula dari permohonan informasi yang diajukan Perkumpulan Lingkar Hutan Lestari (PLHL) pada tanggal 18 Juli 2024 silam. Permohonan itu menyangkut dokumen AMDAL Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan dan beberapa perusahaan pertambangan, termasuk IUP Operasi Produksi. Komisi Informasi Kaltara kemudian mengabulkan permohonan tersebut secara keseluruhan melalui putusan yang diterbitkan pada 9 Desember 2024 lalu.

Perintah KIP mewajibkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama menyerahkan seluruh dokumen paling lambat dalam 14 hari kerja setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Namun, alih-alih menaati perintah tersebut, PPID Utama justru mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Samarinda. Gugatan di PTUN Samarinda itu kemudian dinyatakan gugur pada Maret 2025 karena adanya alasan melewati batas waktu atau kadaluarsa.

“Kami menilai jelas bahwa DLH dan PPID Utama telah melakukan maladministrasi berupa penundaan berlarut dan penyimpangan prosedur yang tidak dapat dibenarkan,” ujar perwakilan PLHL dalam konferensi pers yang mereka selenggarakan. “Tindakan ini juga memperlihatkan adanya ketidakmampuan dalam menjalankan fungsi pelayanan publik sesuai dengan amanat undang-undang yang berlaku di negara ini.”

Meskipun gugatan di PTUN telah gugur, dokumen yang diminta tetap belum diserahkan, bahkan setelah surat tindak lanjut kembali dilayangkan pada bulan Juli 2025. Sampai hari ini, 25 November 2025, semua dokumen yang dipersengketakan oleh publik belum juga diserahkan kepada pihak pemohon yang bersangkutan. Kondisi tidak jauh berbeda juga dialami oleh permohonan lain terkait AMDAL Kehutanan yang diajukan secara kelembagaan pada 11 November 2024.

Baca Juga:  Polda Kaltara Rajut Harmoni Lintas Agama Sambut Hari Bhayangkara

Permohonan informasi tersebut secara spesifik mencakup dokumen AMDAL Kehutanan dari delapan perusahaan terkait izin usaha kehutanan di Kaltara. Putusan KIP tertanggal 7 Juli 2025 memerintahkan DLH untuk memberikan dokumen milik KSU Meranti Tumbuh Indah dan menjelaskan dokumen enam perusahaan lain. Pihak DLH dinilai tidak memberikan jawaban yang konsisten dan alasan mereka terus berubah-ubah, mulai dari dalih kewenangan pusat hingga klaim dokumen tersebut tidak dikuasai.

“Perubahan dalih yang terus menerus oleh DLH menunjukkan kurangnya transparansi dan profesionalisme mereka dalam melayani permintaan informasi,” lanjut PLHL saat menyampaikan sikapnya terkait perkembangan kasus yang ada. “Ini melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.”

Tidak tersedianya dokumen AMDAL Kehutanan ini dinilai berpotensi besar mengganggu fungsi pengawasan lingkungan hidup oleh DLH sesuai Peraturan Gubernur No. 18 Tahun 2022. DLH hanya mengakui menguasai satu dokumen AMDAL dari total 35 izin kehutanan yang ada, yakni milik KSU Meranti Tumbuh Indah saja. Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan serius dari masyarakat mengenai dasar pengawasan DLH terhadap berbagai aktivitas puluhan perusahaan lain yang berpotensi memiliki dampak lingkungan besar.

Kasus pengabaian putusan KIP ini berpotensi menimbulkan preseden buruk bagi semangat keterbukaan informasi publik dan transparansi dalam tata kelola lingkungan daerah. Hal ini terjadi di tengah meningkatnya risiko kerusakan ekologis, seperti yang terbukti dari terjadinya banjir besar pada tahun 2015 dan 2024, serta ditemukannya limbah kayu di berbagai sungai.

“Kami menuntut Gubernur Kaltara segera mengevaluasi Kepala DLH dan PPID Utama atas ketidakprofesionalan mereka dalam menjalankan kewajiban pelayanan informasi publik,” tegas PLHL sebagai bagian dari tuntutan utama yang disampaikan saat konferensi pers. “Kami juga mendesak pemenuhan seluruh hasil putusan KIP terkait dokumen AMDAL PLTA Kayan, pertambangan, dan IUP Operasi Produksi serta mendesak DLH menyediakan semua dokumen AMDAL Kehutanan sebagai dasar pengawasan.”

Baca Juga:  Kehilangan Mitra Strategis, Kapolda Kaltara Kunjungi Rumah Duka Ketua FKUB