Reporter : Ast | Editor : Dewangga
TANJUNG SELOR – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Utara telah menaikkan status empat individu menjadi tersangka. Penetapan ini berkaitan erat dengan kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan gedung BPSDM Kaltara. Proyek vital ini diketahui menggunakan anggaran tahun jamak selama tiga tahun, mulai 2021 hingga 2023.
Tindakan penetapan tersangka diambil setelah serangkaian penyelidikan mendalam dilakukan. Penyelidikan menunjukkan adanya penyimpangan signifikan dalam pelaksanaan proyek pembangunan gedung BPSDM Kaltara. Bukti-bukti yang ditemukan oleh penyidik sangat kuat dan tidak terbantahkan.
Plt Kepala Kejati Kaltara I Made Sudarmawan memberikan konfirmasi resmi mengenai hal ini. Keempat individu yang kini berstatus tersangka diyakini terlibat langsung dalam kasus korupsi tersebut. Inisial para tersangka adalah ARLT, HA, AKS, dan MS yang terungkap ke publik.
“Kami telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dengan bukti yang cukup. Para tersangka ini akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya,” kata Sudarmawan.
Keterlibatan mereka diduga kuat menyebabkan kerugian keuangan negara yang cukup besar. Peran spesifik dari masing-masing tersangka saat ini belum bisa diungkapkan. Kejati masih perlu melakukan pendalaman lebih lanjut agar kasusnya menjadi terang.
“Detail peran masing-masing tersangka masih dalam proses penyidikan lebih lanjut. Kami memohon agar masyarakat bersabar dan menyerahkan kepada kami,” tambah Sudarmawan.
Kerugian yang ditemukan diperkirakan mencapai 20 persen dari total anggaran proyek. Nilai kerugian ini ditemukan setelah penyidik melakukan audit dan menemukan berbagai kejanggalan. Uang sebesar itu seharusnya digunakan untuk proyek, namun disalurkan ke pihak lain.
Penyidik menemukan sejumlah kejanggalan pada proses pembangunan gedung BPSDM. Laporan progres pekerjaan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Laporan yang diajukan terindikasi ada manipulasi untuk menutupi kejanggalan.
Selain itu, pekerjaan konstruksi juga ditemukan tidak memenuhi spesifikasi teknis yang telah ditentukan. Hal ini membuat kualitas bangunan yang dihasilkan jauh dari standar seharusnya. Padahal, kontrak kerja jelas mengamanatkan spesifikasi teknis yang ketat.
Progres pekerjaan yang tidak mencapai target seharusnya sudah diputus kontraknya. Namun, kontrak tetap dilanjutkan sampai akhir. Hal tersebut terjadi karena adanya laporan fiktif yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
Kejaksaan juga menemukan indikasi penggunaan perusahaan ‘bendera’ pada proyek ini. Perusahaan yang ditunjuk secara resmi diduga tidak melaksanakan pekerjaan secara langsung. Praktik ini secara otomatis membuat kualifikasi pekerjaan tidak terpenuhi dengan baik.
Adanya satu tersangka berstatus ASN mengindikasikan keterlibatan dari dalam instansi. Tiga tersangka lainnya adalah individu non-ASN, yang mungkin berperan sebagai pihak swasta. Peran mereka saat ini masih didalami penyidik Kejati Kaltara.